DECOMPRESSION SICKNESS / PENYAKIT DEKOMPRESI

DECOMPRESSION SICKNESS / PENYAKIT DEKOMPRESI

ADE FATHUR RIDHOI

S1 KEPERAWATAN/FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UPN “Veteran” JAKARTA

Untuk makalahnya secara lengkap dapat kalian download di link ini : MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN DECOMPRESSION SICKNESS

  • PENGERTIAN

Penyakit dekompresi adalah suatu kecelakaan yang timbul akibat penurunan tekanan lingkungan yang mendadak. (Simanungkalit, Susan H. Perpustakaan UI)

Penyakit dekompresi adalah suatu penyakit atau kelainan yang disebabkan oleh pelepasan dan pengembangan gelembung-gelembung gas dari fase terlarut dalam darah atau jaringan-jaringan akibat  penurunan tekanan disekitarnya. (Tjahjadi. 1995 dalam Analisis Kesehatan Dan Keselamatan Lingkungan Kerja Penyelam Tradisional (Safety Health Environment Analysis For Traditional Divers)

  • PREVALENSI

Berbagai penyakit dan kecelakaan dapat terjadi pada nelayan dan penyelam tradisional, hasil penelitian Depkes RI tahun 2006 di Pulau Bungin,  Nusa Tenggara Barat ditemukan 57,5% nelayan penyelam menderita nyeri persendian, 11,3% menderita gangguan pendengaran ringan sampai ketulian. Di Kepulauan Seribu ditemukan 41,37% nelayan penyelam menderita barotrauma atau perdarahan akibat tubuh mendapat tekanan yang berubah secara tiba-tiba pada beberapa organ/jaringan serta 6,91% penyelam menderita kelainan dekompresi yang di sebabkan tidak  tercukupinya gas nitrogen akibat penurunan tekanan yang mendadak, sehingga menimbulkan gejala sakit pada persendian, susunan syaraf, saluran    pencernaan, jantung, paru-paru dan kulit. (Sukbar, La Dupai, Sabril Munandar. 2016)

  • FAKTOR RISIKO

Faktor predisposisi DCS dalam penelitian Pulley (2012) itu dikategorikan sesuai dengan pengaruh berikut; Pengaruh sifat fisiologis dan pengaruh lingkungan.

  • Pengaruh sifat fisiologis meliputi:
    • Umur
    • Dehidrasi
    • Kekurangan peredaran darah
    • Obesitas / lemak tubuh
    • Kelelahan
    • Buruk kondisi fisik
    • cedera muskuloskeletal sebelumnya
  • Faktor lingkungan meliputi;
    • Air dingin
    • Setelan selam yang dipanaskan
    • Kondisi laut yang kasar
    • Pekerjaan berat

(Pulley. 2012 dalam Christina L. Javier. Decompression of Sickness)
Pada presentasi klinis Medscape, mereka menyertakan kesalahan penyelam sebagai salah satu faktor penyebab penyakit dekompresi. Berikut adalah daftar kesalahan biasa penyelam (Leo, 2013). Beberapa penyelaman harian tidak mengikuti tabel menyelam “Breath holding Travelling” ke dataran tinggi dalam waktu 24 jam setelah menyelam dapat menyebabkan penyakit dekompresi. (Leo. 2013 dalam Christina L. Javier. Decompression of Sickness)

  • ETIOLOGI

Decompression sickness mungkin juga disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya, adalah pembentukan gelembung dalam darah atau jaringan sepanjang atau setelah penurunan tekanan lingkungan. Bekerja di daerah udara tekan juga bisa menyebabkan penyakit dekompresi. Menurut Naval Safety Center yang ditulis oleh Ibu Kelsey Leo, waktu menyelam seperti menyelam terlalu lama dan menyelam terlalu cepat bisa memicu penyakit ini. Salah satu alasan utama pendakian cepat adalah
Mungkin karena panik Pendakian terkendali tidak boleh lebih dari 10 meter per menit untuk menghindari DCS. Saat permukaan terlalu cepat, bisa menyebabkan tekanan tinggi kemudian gelembung nitrogen terbentuk dalam darah. Setelah pembentukan gelembung nitrogen dari darah akan meluas dan terkumpul ke dalam sendi, jaringan dan bagian tubuh lainnya. Gelembung bisa menghalangi sirkulasi darah yang akan menyebabkan kematian. (Bulmann 1984 dalam Christina L. Javier. Decompression of Sickness).

  • KLASIFIKASI

Secara umum, ada 2 jenis penyakit dekompresi dibagi berdasarkan beratringannya gejala dan untuk pengobatan :

  1. Tipe I, (pain only beds) yang melibatkan otot, kulit, dan limfatik, yang lebih ringan dan tidak biasanya mengancam nyawa.
  2. Tipe II (serious), kadang-kadang mengancam kehidupan, dan mempengaruhi berbagai sistem organ. The sumsum tulang belakang terutama rentan, daerahrawan lainnya termasuk otak, sistem pernapasan (misalnya, emboli paru), dansistem peredaran darah (misalnya, gagal jantung, syok kardiogenik). Mengacu pada sendi lokal atau nyeri otot akibat penyakit dekompresi tetapi seringdigunakan sebagai sinonim untuk setiap komponen dari gangguan. (Bennett, Mike. 2004. Azhari bahar. 2009)
  • PATOFISIOLOGI

Selama menyelam, udara dihirup pada tekanan yang lebih besar dari biasanya, menyebabkan peningkatan jumlah nitrogen yang terlarut dalam jaringan tubuh. Semakin lama dan dalam menyelam, semakin besar jumlah nitrogen yang akan dilarutkan sampai semua jaringan jenuh. Selama pendakian, nitrogen harus dihilangkan saat tekanan ambien menurun. Idealnya, selama pendakian yang direncanakan dengan pengurangan tekanan ambien yang terkendali, nitrogen berdifusi ke gradien tekanan dari jaringan ke darah vena dan masuk ke alveoli untuk dihembuskan. Namun, jika laju pendakian terlalu besar, gas bisa keluar dari larutan dan membentuk gelembung dalam jaringan. Gelembung dapat menyebabkan kerusakan melalui distorsi jaringan, penyumbatan vaskular atau stimulasi mekanisme kekebalan yang menyebabkan edema jaringan, hemokonsentrasi dan hipoksia. (Bennet, michael, Dr. Decompression illness. 2006)

  • MANIFESTASI KLINIS

Decompression sickness Tipe 1 :

  1. Sakit ringan yang sembuh dalam waktu 10 menit onset (niggles)
  2. Pruritus (kulit membungkuk)
  3. Ruam kulit (bintik-bintik atau maling pada kulit atau ruam papular atau plaquelike)
  4. Kulit kulit jeruk (jarang)
  5. Pitting edema
  6. Anoreksia, mual
  7. Kelelahan berlebihan
  8. Kusam, dalam, berdenyut, sakit gigi jenis sakit di sendi, tendon, atau tisuue (tikungan)
  9. Gerakan ekstremitas terbatas dengan suara berderak saat sendi bergerak

Decompression sickness Tipe 2 :

  1. Gejala menirukan trauma tulang belakang (nyeri punggung bawah, paresis, kelumpuhan, parestesia, kehilangan kontrol sfingter)
  2. Sakit kepala atau gangguan penglihatan
  3. Pusing
  4. Penglihatan terowongan
  5. Perubahan status mental
  6. Mual, muntah, fertigo, nistagmus, tinnitus, dan anusa parsial
  7. Ketidaknyamanan substernal pada inspirasi, perbekalan tidak produktif yang bisa menjadi paroksismal, dan mengurangi gangguan pernapasan.
  8. Emfisema subkutan
  9. Tanda dan gejala syok hipovolemik atau embolisasi gas arterial
  10. Tergantung dimana perjalanan emboli gas, kemungkinan tanda dan gejala infark miokard, stroke dan kejang.

(Lippincott, William & Wilkins. 2008. Multisystem Disorder. Wolters Kluwer)

  • PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan penunjang pada penyakit dekompresi (Caisson’s Disease)

  1. Laboratorium

Pada penderita yang dicurigai mengalami penyakit dekompresi yang disertai dengan perubahan status mental, maka hal-hal yang pelu dievaluasi adalah kadar glukosa darah, darah lengkap, kadar natrium, magnesium, kalsium, dan fosfor, saturasi oksigen, kadar etanol dan skrining obat-obatan lainnya, level karboksihemoglobin.

Pada penderita yang dicurigai mengalami penyakit dekompresi yang disertai dengan syok, maka hal-hal yang perlu dievaluasi adalah kadar glukosa darah, darah lengkap, elektrolit dan ureum kreatinin, asam laktat, PT/aPTT/INR, level karboksihemoglobin

  1. Radiologi
    1. Foto toraks, untuk mencari bukti adanya pneumotoraks, pneumomediastinum, emfisema subkutis, pneumoperikardium, perdarahan alveolar, dan menurunnya aliran darah pulmoner yang disebabkan oleh emboli pulmoner nirogen.
    2. CT Scan kepala, jika status mental tidak membaik dengan menggunakan terapi hiperbarik, pertimbangkan etiologi lain.
    3. MRI, untuk melihat ada tidaknya lesi fokal medulla spinalis, atau kerusakan jaringan otak akibat embolisasi gas arterial
  2. Pemeriksaan penunjang lainnya, meliputi EKG dan/atau evaluasi saturasi oksigen (http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-Penyakit-Dekompresi.pdf)
  • KOMPLIKASI

Dapat berupa paralisis residual, nekrosis miokardial, dan beberapa komplikasi lainnya akibat iskemik. (http://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/09/Bahan-Ajar-Penyakit-Dekompresi.pdf)

  • PENATALAKSANAAN MEDIS

Penatalaksanaan pada pasien Caisson Disease, pertama-tama yang harus dilakukan adalah mempertahankan jalan napas dengan menjamin ventilasi dan mencapai sirkulasi. Pasien harus ditempatkan dalam posisi terlentang. Langkah-langkah penatalaksanaan lainnya meliputi :

  1. Pemberian oksigen 100% 15 liter / menit dengan menggunakan masker reservoir. Namun perlu diperhatikan pemberian oksigen 100% hanya dapat ditoleransi hingga 12 jam karena dapat menyebabkan toksisitas oksigen paru.
  2. Pemberian cairan untuk mempertahankan output urin yang baik. Cairan yang diberikan lebih dari 0.5ml/kg/hari. Hemokonsentrasi yang terkait dengan Caisson Disease adalah hasil dari peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang dimediasi oleh kerusakan endotel. Cairan dapat diberikan secara oral atau diberikan secara intravena berupa NaCl 0.9% atau kristaloid / koloid untuk mengatasi dehidrasi yang mungkin timbul setelah penyelaman (diuresis  perendaman menyebabkan penyelam kehilangan 250-500 cc cairan per jam) atau pergeseran cairan yang dihasilkan dari DCS.
  3. Pemberian steroid deksametason 10 sampai 20 mg secara intravena, kemudian dilanjutkan 4 mg setiap 6 jam.
  4. Diazepam ( 5-10 mg ) jika pasien mengalami pusing, ketidakstabilan dan gangguan visual terkait dengan kerusakan labirin (vestibular) pada telinga  bagian dalam.
  5. Dilantin (Fenitoin) diberikan IV 50 mg / menit selama 10 menit untuk 500 mg  pertama dan kemudian 100 mg setiap 30 menit setelahnya untuk memantau konsentrasi darah yang dipertahankan 10 sampai 20 mcg / mL. Jika lebih dari 25 mcg / mL beracun. Beberapa orang memberikan aspirin 600 mg sebagai anti-platelet.
  6. DCS dapat meningkatkan kemungkinan perdarahan dalam jaringan sehingga antikoagulan tidak boleh digunakan secara rutin dalam pengobatan DCS. Satu  pengecualian untuk aturan ini adalah kasus kelemahan ekstremitas bawah. Heparin molekul berat rendah (LMWH) harus digunakan untuk semua pasien dengan ketidakmampuan berjalan pada setiap tingkat kelumpuhan ekstremitas  bawah yang disebabkan oleh DCS neurologis. Enoxaparin 30 mg atau setara diberikan secara subkutan setiap 12 jam, dimana harus dimulai sesegera mungkin setelah cedera untuk mengurangi risiko trombosis vena dalam (DVT) dan emboli paru pada pasien lumpuh.
  7. Terapi in-air recompression dalam ruang hiperbarik merupakan terapi di mana penderita harus ada disuatu ruangan bertekanan tinggi dan bernafas dengan oksigen murni (100%) pada tekanan udara lebih besar dari pada udara atmosfer normal.

(Rijadi, R.M. Kesehatan Kelautan TNI AL. P: 89-103)

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DDECOMPRESSION SICKNESS

  • ILUSTRASI KASUS

Pasien datang ke rumah sakit di antar oleh rekannya dalam keadaan tidak sadar. Rekan pasien yang mengantar mengatakan 30 menit yang lalu pasien menyelam di pantai dan setelah dipermukaan tidak lama kemudian pasien pingsan. Setelah sadar pasien mengeluh mengalami kelemahan ekstremitas bawah setelah menyelam, sesak, nyeri pada persendian, dan nyeri kepala, dan mati rasa pada ekstremitas bawah. Hasil tanda-tanda vital didapatkan, TD : 90/80mmHg, RR: 24x/mnt, N: 100x/mnt, S : 35,50C. Hasil lab didapatkan, Leukosit 8.200/ul, Eritrosit: 5,10 juta/ul, Hb: 16%, Trombosit: 198.000/ul, Glukosa test: 111mg/Dl. Tampak parapharese inferior, aktivitas pasien selalu dibantu keluarga, napas cepat. Hasil radiologi, foto thorax terdapat emboli pada paru-paru. Hasil MRI, terdapat nekrosis iskemik metafisis dan diafisis sum-sum tulang. Kekuatan otot :

5555 5555
1111 1111
  • DATA FOKUS
DATA SUBJEKTIF DATA OBJEKTIF
1.      Rekan pasien yang mengantar mengatakan 30 menit yang lalu pasien menyelam di pantai

2.      dan setelah dipermukaan tidak lama kemudian pasien pingsan

3.      pasien mengeluh mengalami kelemahan ekstremitas bawah setelah menyelam,

4.      sesak,

5.      nyeri pada persendian,

6.      dan nyeri kepala,

7.      dan mati rasa pada ekstremitas bawah.

1.      Hasil tanda-tanda vital didapatkan, TD : 90/80mmHg, RR: 24x/mnt, N: 100x/mnt, S : 35,50C

2.      Tampak parapharese inferior, aktivitas pasien selalu dibantu keluarga, napas cepat. Hasil radiologi, foto thorax terdapat emboli pada paru-paru,

3.      Hasil radiologi, foto thorax terdapat emboli pada paru-paru.

4.      Hasil MRI, terdapat nekrosis iskemik metafisis dan diafisis sum-sum tulang

5.      Hasil lab didapatkan, Leukosit 8.2000/ul, Eritrosit: 5,10 juta/ul, Hb: 16%, Trombosit: 198.000/ul, Glukosa test: 111mg/Dl

5555 5555
1111 1111

6.      Kekuatan otot :

  • ANALISA DATA
DATA FOKUS PROBLEM ETIOLOGI
DATA SUBJEKTIF

1.      Rekan pasien yang mengantar mengatakan 30 menit yang lalu pasien menyelam di pantai

2.      Setelah dipermukaan tidak lama kemudian pasien pingsan

3.      Setelah sadar pasien mengeluh mengalami kelemahan ekstremitas bawah setelah menyelam

4.      Klien mengeluh nyeri pada persendian

5.      Klien mengeluh nyeri kepala

6.      Klien mengeluh mati rasa pada ekstremitas bawah

DATA OBJEKTIF

1.       Hasil TTV : TD : 90/80mmHg, N: 100x/mnt, S : 35,50C

2.       Hasil lab didapatkan, Leukosit 8.2000/ul, Eritrosit: 5,10 juta/ul, Hb: 16%, Trombosit: 198.000/ul, Glukosa test: 111mg/Dl.

3.       Tampak parapharese inferior

4.       Aktivitas pasien selalu dibantu keluarga,

5.       Hasil MRI, terdapat nekrosis iskemik metafisis dan diafisis sum-sum tulang

6.       Kekuatan otot :

5555 5555
1111 1111
Hambatan mobilitas fisik (00085) Gangguan neuromuskular
DATA SUBJEKTIF

1.      Rekan pasien yang mengantar mengatakan 30 menit yang lalu pasien menyelam di pantai

2.      Setelah dipermukaan tidak lama kemudian pasien pingsan

3.      Setelah sadar pasien mengeluh sesak

DATA OBJEKTIF

1.      Hasil TTV: RR: 24x/mnt

2.      Napas klien tampak cepat.

3.      Hasil radiologi, foto thorax terdapat emboli pada paru-paru

Ketidakefektifan pola napas (00032) Gangguan neuromuskular
  • DIAGNOSA KEPERAWATAN
NO DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular (00085)
2. Ketidaefektifan pola napas b.d gangguan neuromuskular (00032)
  • RENCANA KEPERAWATAN
Hari, Tanggal / Jam DIAGNOSA KEPERAWATAN TUJUAN & KRITERIA HASIL INTERVENSI
Hambatan mobilitas fisik b.d gangguan neuromuskular (00085) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 7×24 jam. Masalah hambatan mobilitas fisik teratasi. Dengan kriteria hasil:

1.      Dapat menggerakkan ekstremitas bawah

2.      Nyeri sendi berkurang atau hilang

3.      Hasil MRI tidak terdapat nekrosis iskemik

4.      Kekuatan otot :

5555 5555
5555 5555

5.      Mati rasa pada ekstremitas berkurang atau hilang

Peningkatan mekanika tubuh (0140)

1.      Kaji komitmen pasien untuk belajar dan menggunakan postur tubuh yang benar

2.      Kaji pemahaman pasien tentang mekanika tubuh yang benar

3.      Bantu untuk menghindari duduk dengan posisi yang sama  dalam jangka waktu yang lama

Terapi latihan: ambulasi

(0221)

1.      Sediakan tempat tidur berketinggian rendah

2.      Bantu pasien untuk perpindahan

Kolaborasi

1.      Dengan dokter dan fisioterpi untuk terapi hyperbaric

Ketidaefektifan pola napas b.d gangguan neuromuskular (00032) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3×24 jam. Masalah ketidakefektifan pola napas teratasi. Dengan kriteria hasil:

1.      Keluhan sesak berkurang

2.      Hasil TTV dalam batas normal, RR: 16-24x/mnt

3.      Hasil foto thorax, emboli tidak ada atau berkurang

4.      Tidak ada penggunaan otot-otot bantu nafas

5.      Tidak ada pengunaan nafas cuping hidung

Manajemen jalan napas (3140)

1.      Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi

2.      Auskultasi suara napas

3.      Monitor status pernapasan dan oksigenasi

Monitor pernapasan (3350)

1.      Monitor kecepatan, irama, kedalaman dan kesulitan bernafas

2.      Catat pergerakan dada, ketidaksimetrisan, penggunaan otot-otot bantu nafas

3.      Monitor pola nafas

4.      Monitor saturas oksigen

Kolaborasi

1.      Dengan dokter dalam pemberian terapi oksigen

DAFTAR PUSTAKA

Alias, syakirah. 2014. (available from:

https://www.scribd.com/document/236010132/Decompression-Sickness , diakses pada : 25 Mei 2017)

Bahar,Azhari. Penyakit Dekompresi. Slide Kuliah: Sisten Neuropsikiatri.2009.

Bennet, michael, Dr. Decompression illness. 2006 (available from:

https://powcs.med.unsw.edu.au/sites/default/files/powcs/group/2006DivingMedicine.pdf , diakses pada 25 Mei 2017)

Bennett, Mike. Handbook of diving and Hyperbaric Medicine, The Prince of Wales Hospital

Oktober 2004.2.

Bullechek, Gloria M. Howard K. Butcher, Joanne M.Dchterman, Cheryl M. Wagner. 2016. Nursing Intervention Classification (NIC). Edisi Bahasa Indonesia keenam. Elsevier

Christina L. Javier. Decompression of Sickness. B.S Biology

Kusuma, Ratih. Caisson Disease. 2012. (Available from:

http://www.scribd.com/doc/92963588/Caisson-Disease, diakses pada : 25 Mei 2017)

Lippincott, William & Wilkins. 2008. Multisystem Disorder. Wolters Kluwer (available

from:

https://books.google.co.id/books?id=bzJzBhfvWIEC&pg=PA442&dq=complication+of+decompression+of+sickness&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwiWifexwIrUAhUERI8KHdudBn4Q6AEIJjAA#v=onepage&q=%20decompression%20of%20sickness&f=false )

Rijadi, R.M. Penyakit Dekompresi. Ilmu Kesehatan Penyelaman dan  Hiperbarik. Lembaga

Kesehatan Kelautan TNI AL. P: 89-103.

Moorhead, Sue, Marion Johnson, Meridean L. Maas, Elizabeth Swanson. 2016. Nursing Outcome Classification (NOC). Edisi Bahasa Indonesia Kelima. Elsevier

https://books.google.co.id/books?id=trFI0pzT-DIC&pg=PA443&lpg=PA443&dq=laboratory+evaluation+decompression+sickness&source=bl&ots=6kR0htxyI4&sig=K73DavFVzEcP7ZFw912Q9XO3fYw&hl=id&sa=X&redir_esc=y#v=onepage&q=laboratory%20evaluation%20decompression%20sickness&f=false

2015. Diagnosis Keperawatan “Definisi dan Klasifikasi 2015 -2017”. Edisi 10. EGC: Jakarta

Published by mynerstation

Calon perawat yang masih berjuang menjadi perawat. Berharap bisa jadi sinar harapan kesehatan.

Leave a comment